Definisi Aurat, Khimar dan Jilbab
Aurat menurut
bahasa berarti aib, cacat, cela, atau segala sesuatu yang dirasa malu kalau
tampak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, aurat adalah bagian
badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum Islam).
Menurut syariat
aurat berarti bagian tubuh yang wajib ditutup dan haram melihatnya; aurat
laki-laki antara pusar dan lutut, sedang aurat perempuan seluruh tubuhnya
kecuali muka dan dua telapak tangan.
Khimar adalah
sebuah kerudung yang menutupi sampai ke dadanya ( pada surat An Nur :
31 )
Jilbab dalam
bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh dari atas sampai bawah,
tidak transparan,tidak ketat, tidak
menampakkkan lekuk tubuh.
Landasan Hukum
-
Katakanlah
kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya…….. (QS. An Nuur: 31)
-
Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al Ahzab: 59)
-
Namun
terdapat keringanan bagi wanita yang telah menopause yang tidak ingin kawin
sehingga mereka diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya, sebagaimana firman
Allah:
Dan perempuan-perempuan tua yang telah
terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah
atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana. ( QS. An Nuur : 60 )
-
Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj
sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu… (Qs. Al-Ahzab: 33)
-
Ada
dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:Para wanita yang berpakaian
tapi telanjang (tipis atau tidak menutup seluruh aurat), berlenggak-lenggok,
kepala mereka seperti punuk unta yang miring. mereka tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium baunya. (HR. Abu Dawud).
-
Tidak
diterima shalat perempuan yang sudah haidh (balighah) kecuali dengan
menggunakan kerudung. (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
-
Hadis
riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah
SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasululloh SAW berpaling darinya dan
berkata: “Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid
(akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau
menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Syarat – Syarat Pakaian Muslimah
1. Menutup Seluruh Badan
Allah SWT
berfirman :
Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al
Ahzab: 59)
Katakanlah
kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya… (QS. An Nuur: 31)
Dari syarat
pertama ini, maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup seluruh badan
kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Maka, sangat menyedihkan ketika
seseorang memaksudkan dirinya memakai jilbab, tapi dapat kita lihat rambut yang
keluar baik dari bagian depan ataupun belakang, lengan tangan yang terlihat
sampai sehasta, atau leher dan telinganya terlihat jelas sehingga menampakkan
perhiasan yang seharusnya ditutupi.
Catatan penting
dalam poin ini adalah penggunaan khimar yang merupakan bagian dari syari’at
penggunaan jilbab sebagaimana terdapat dalam ayat selanjutnya dalam surat An
Nuur ayat 31, “Dan hendaklah mereka menutupkan khimar
ke dadanya.”
2. Bukan
Berfungsi Sebagai Perhiasan
Banyak kesalahan yang timbul karena poin ini
terlewatkan, seseorang menggunakan jilbab bukan karena mengikuti syari'at, tetapi mengikuti trend yang menjauhkan pada syari'at, dimana pakaian yang dikenakan dipenuhi dengan hiasan - hiasan dan pernak - pernik dengan tujuan untuk mempercantik diri agar diperhatikan dan dipuji ornag lain.
3. Kainnya Harus
Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang termasuk ahli
neraka dan beliau belum pernah melihatnya,
“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku
belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi,
mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian
tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya),
mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala
mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya,
padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim
3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421)
4. Harus
Longgar, Tidak Ketat
Selain kain yang
tebal dan tidak tipis, maka pakaian tersebut haruslah longgar, tidak ketat,
sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh wanita muslimah. Hal ini sebagaimana
terdapat dalam hadits dari Usamah bin Zaid ketika ia diberikan baju Qubthiyah
yang tebal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia memberikan baju
tersebut kepada istrinya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengetahuinya, beliau bersabda,
“Perintahkanlah
ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyah itu, karena saya khawatir baju
itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuh.” (HR. Ad Dhiya’ Al Maqdisi, Ahmad
dan Baihaqi dengan sanad hasan)
Maka tidak tepat
jika seseorang mencukupkan dengan memakai rok, namun ternyata tetap
memperlihatkan pinggul, kaki atau betisnya. Maka jika pakaian tersebut telah
cukup tebal dan longgar namun tetap memperlihatkan bentuk tubuh, maka dianjurkan
bagi seorang muslimah untuk memakai lapisan dalam. Namun janganlah mencukupkan
dengan kaos kaki panjang, karena ini tidak cukup untuk menutupi bentuk tubuh
(terutama untuk para saudariku yang sering tersingkap roknya ketika menaiki
motor sehingga terlihatlah bentuk betisnya). Poin ini juga menjadi jawaban bagi
seseorang yang membolehkan penggunaan celana dengan alasan longgar dan
pinggulnya ditutupi oleh baju yang panjang. Celana boleh digunakan untuk
menjadi lapisan namun bukan inti dari pakaian yang kita kenakan. Karena bentuk
tubuh tetap terlihat dan hal itu menyerupai pakaian kaum laki-laki. Jika ada yang beralasan, celana supaya
fleksibel. Maka, tidakkah ia ketahui bahwa rok bahkan lebih fleksibel lagi jika
memang sesuai persyaratan (jangan dibayangkan rok yang ketat/span). Kalaupun
rok tidak fleksibel (walaupun pada asalnya fleksibel) apakah kita menganggap
logika kita (yang mengatakan celana lebih fleksibel) lebih benar daripada
syari’at yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
5. Tidak Diberi
Wewangian atau Parfum
Perhatikanlah
salah satu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan tentang
wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah,
“Siapapun perempuan yang memakai
wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka
ia adalah pezina.” (HR. Tirmidzi)
“Siapapun perempuan yang memakai bakhur,
maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat isya’.” (HR. Muslim)
Syaikh Al Bani
berkata, “Wewangian itu selain ada yang digunakan pada badan, ada pula yang
digunakan pada pakaian.” Syaikh juga mengingatkan tentang penggunaan bakhur
(wewangian yang dihasilkan dari pengasapan) yang ini lebih banyak digunakan
untuk pakaian bahkan lebih khusus untuk pakaian. Maka hendaknya kita lebih
berhati-hati lagi dalam menggunakan segala jenis bahan yang dapat menimbulkan
wewangian pada pakaian yang kita kenakan keluar, semisal produk-produk pelicin
pakaian yang disemprotkan untuk menghaluskan dan mewangikan pakaian (bahkan
pada kenyataannya, bau wangi produk-produk tersebut sangat menyengat dan mudah
tercium ketika terbawa angin). Lain halnya dengan produk yang memang secara
tidak langsung dan tidak bisa dihindari membuat pakaian menjadi wangi semisal
deterjen yang digunakan ketika mencuci.
6. Tidak
Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Terdapat
hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai laki-laki
atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu hadits yang
melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
ia berkata
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian
pria.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata, “Kesamaan dalam perkara lahir mengakibatkan kesamaan dan
keserupaan dalam akhlak dan perbuatan.” Dengan menyerupai pakaian laki-laki,
maka seorang wanita akan terpengaruh dengan perangai laki-laki dimana ia akan
menampakkan badannya dan menghilangkan rasa malu yang disyari’atkan bagi
wanita. Bahkan yang berdampak parah jika sampai membawa kepada maksiat lain,
yaitu terbawa sifat kelaki-lakian, sehingga pada akhirnya menyukai sesama wanita.
Kesimpulannya,
yang membedakan antara jenis pakaian pria dan wanita kembali kepada apa yang
sesuai dengan apa yang diperintahkan bagi pria dan apa yang diperintahkan bagi
kaum wanita. Namun yang perlu diingat, pelarangan ini adalah dalam hal-hal yang
tidak sesuai fitrahnya. Syaikh Muhammad bin Abu Jumrah rahimahullah sebagaimana
dikutip oleh Syaikh Al Bani mengatakan, “Yang dilarang adalah masalah pakaian,
gerak-gerik dan lainnya, bukan penyerupaan dalam perkara kebaikan.”
7. Tidak
Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir
Banyak dari
poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya menjadi terasa berat untuk
dilaksanakan oleh seorang wanita karena telah terpengaruh dengan pakaian
wanita-wanita kafir. Betapa kita ketahui, mereka (orang kafir) suka menampakkan
bentuk dan lekuk tubuh, memakai pakaian yang transparan, tidak peduli dengan
penyerupaan pakaian wanita dengan pria. Bahkan terkadang mereka mendesain
pakaian untuk wanita maskulin! Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan
dan meminta pertolongan untuk dijauhkan dari kecintaan kepada orang-orang
kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Belumkah datang
waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al
Hadid [57]: 16)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Firman Allah, ‘Janganlah mereka seperti…’
merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka….” (Al Iqtidha,
dikutip oleh Syaikh Al Bani)
8. Bukan Pakaian
Untuk Mencari Popularitas
“Barangsiapa
mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah
mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api
naar.”
Adapun libas
syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas) adalah setiap pakaian yang dipakai
dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian
tersebut mahal, yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk
menampakkan kezuhudan dan dengan tujuan riya. (Jilbab Muslimah)
Namun bukan
berarti di sini seseorang tidak boleh memakai pakaian yang baik, atau bernilai
mahal. Karena pengharaman di sini sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syaukani
adalah berkaitan dengan keinginan meraih popularitas. Jadi, yang dipakai
sebagai patokan adalah tujuan memakainya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala suka
jika hambanya menampakkan kenikmatan yang telah Allah berikan padanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Sesungguhnya Allah menyukai jika melihat
bekas kenikmatan yang diberikan oleh-Nya ada pada seorang hamba.” (HR.
Tirmidzi)